10 Kilas Analisis Rekaman berjudul Melati.


Guys, setelah jalan – jalan mencari hukum dasar audio dan arransemen, akhirnya aku berusaha menemukan jalur teknis yang tersembunyi ketika kita garap Melati dulu.
  1. saat itu kita rekaman pake system Roland VS2480 yang notabene standalone recording yang tidak butuh komputer yang berisi software bajakan yang pernah kita pake dalam ngerjain dan mengolah demo akhir2 ini. Efeknya musik kita terdengar lebih halal dan ringan. Begitu juga dengan sinyal yang terekam, data wave pada VS sinyalnya lebih bagus dan tercapture sesuai kalibrasi analog (-18 – 12dBFS) yang membuat soundnya open dan sangat enak kalo diputar keras. Berbeda saat rekaman pake komputer, banyak dari kita yang tidak gagas besarnya sinyal yang masuk, terlalu over (-3dBFS bahkan peak merah kita cuek2 aja) ini yang menyebabkan suara yang dihasilkan sangat2 loud dan tidak open.  Dan hebatnya kita hanya perlu pake track 23 – 24 saja. Sangat irit berbeda dengan session rekaman yang kita pake di Sonar dan Session Pro Tools distudio jakarta itu. Kalo kesampaian, kita rekaman di Lokananta pakai mixer analog Tridentnya itu…Yummi
  2. waktu itu diantara kita masih berpikir penuh pada alat yang kita pegang rekaman, mengoptimalisasi drum, bass, gitar dan keyboard seadanya. Tidak manja pada fasilitas editing, adanya take lagi berulang2. hasilnya menurutku humanis sekali.
  3. Secara finansial, rekaman di tempat ini adalah demo termahal yang pernah kita buat. Padahal dulu sama – sama masih kuliah dan masih yang banyak belum punya motor dan gadget futuristik ala remaja metropolitan. Kesimpulannya, miskin atau kaya tidak ada korelasinya dengan hasil karya. Yang dibutuhkan personal spirit yang kuat.
  4. dari sisi rekaman, jaman dulu kita pake drum module buat ngakalin suara kick drum bang jimin yang suaranya ra enak blas. Seingatku pake Alesis D4. hal ini berbeda dengan demo masa kini yang drumnya sengaja aku replace dan mix dengan drumagog. Satunya hardware dan satunya software. Dan begitulah soundnya.
  5. dulu rekaman gitar dan bass pake system direct smua, kemarin bang daksa bilang dia tidak pake gitar sendiri untuk isi part gitarnya (bener?) seingatku udah punya dan pake efek ME33 itu belum? Dan Niko isi bassnya pake bass studio, dan kalo ga lupa di colok direct ke VS atau lewat behringer bass efek rack? Atau kebalik.? Berbeda dengan isian gitar era demo sekarang yang kebanyakan pake metode double take dengan pan ekstrim L:R.  Semakin kesini teknik ini membosankan dan ternyata tidak dipake di lagu Melati yang isian gitarnya berbeda di kiri dan kanan.
  6. dulu kita pake automationnya manual, alias muter langsung di knob efek hardware seperti delay ala radiohead itu, terus samplingnya pake bawaan keyboard yang diajust secara manual didalam keyboardnya tanpa bantuan VSTi / Reason seperti sekarang. Era ini membuatku kangen dalam utak2 atik sound langsung pada hardwarenya tidak menggunakan mouse dan layar monitor itu.
  7. Jaman itu, autotune belum terinstal dalam VS. jadi vocalnya masih mentah, dan jika ada yang fals kita memanfaatkan harmony dari back vocal yang ampuh nutupin kalo lead voc sedang berkelana diluar range nada. Beda jaman sekarang yang jadi andalan melodyne dan waves tune yang lagi2 mengandalkan fasilitas editing by software.
  8. Pada saat mixing, kita duduk2 bareng dalam studio dan memutuskan detail setiap detiknya, dari pengaturan delay, reverb dan equalizer kita yang aneh2. seingatku untuk nyelesain mix melati kita butuh waktu 3 bulan, disamping banyak maunya, duit buat bayar ongkos mixnya nyicil dari sisa uang bensin dan makan.
  9. Pada saat itu, kita belum punya mp3 player seperti HP pada jaman masa kini, alhasil telinga kita mesti muter lagu dari komputer / tape yang dibunyikan pada speaker  medium dan besar. Hasilnya saat kita bikin musik, kita bisa bikin musik yang ringan dan tidak overcompress. Berbeda bila kita sudah terbiasa dengan MP3 player dengan mini speakernya, suaranya kompressan semua dan dynamic musiknya jadi berat dan bikin capek bila didenger sering2. tidak legendaris soundnya.
  10. Dan yang terakhir, referensi musik saat itu sedang luar biasa. Sangat berenergi dan media dalam negeri masih menyiarkan materi dari luar. Alhasil musiknya variatif dan penuh kejutan dan lebih out of the box. Berbeda dengan sekarang yang tiap jamnya memutar acara musik yang notabene sama, dan cara mendengar kita dipaksa untuk mendengar itu2 saja, yang akhirnya berpengaruh dalam membuat dan memainkan musik yang itu2 saja.
Inti dari penulisan kilas ini sebagai review pribadi dalam workflow yang kita kerjakan selama ini agar tidak overproduce dimasa mendatang

Posting Komentar

0 Komentar